Perang di Suriah, entah kenapa, media di Indonesia khususnya seperti tak berminat untuk memblow-upnya.
Kecamuk perang di Suriah dan banyaknya
korban gugur, khususnya dari kalangan warga sipil Muslim, luput dari
berita. Bahkan, ironisnya, umumnya media menyebut Mujahidin yang
melawan rezim thaghut Bashar Assad sebagai “pemberontak”.
Karena sunyi dari berita dan tayangan inilah, otomatis publik–khususnya umat Islam di Indonesia–tidak begitu ngeh dengan apa yang terjadi di Suriah sesungguhnya.
Padahal, seperti diceritakan relawan
Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) yang terlibat dalam bantuan
kemanusiaan dan medis di salah satu front di jabal Akrod, perang di
Suriah sungguh luar biasa. Karena itulah, kenapa, misalnya, dengan
kehendak Allah, bumi Syam (Suriah) dipilih sebagai tempat perang yang
melibatkan banyak pihak.
Akankah perang Suriah berlangsung lama, bahkan kelak menjadi cikal bakal peperangan menjelang kiamat tiba? Wallahu A’lam.
Yang jelas, keterlibatan banyak pihak (negara) dalam konflik di Suriah
ini, boleh jadi ada skenario yang Allah kehendaki dalam peperangan ini.
Tim Ketiga Relawan HASI, setidaknya,
merasakan keberkahan bumi Syam. Panggilan jihad benar-benar mereka
saksikan di wilayah tempat mereka mengemban tugas.
Saat mereka bertugas di Jabal Akrod,
banyak kisah dan pengakuan yang mereka dengar sendiri, betapa
pertolongan Allah benar-benar turun di Bumi Jihad Suriah.
Koordinator
Tim Ketiga HASI, Abu Yahya, menceritakan kisah seorang mantan tentara
Bashar Asad yang membelot dan bertaubat lalu bergabung dengan Mujahidin.
Saat diwawancara oleh Mujahidin Suriah
dan relawan HASI, mantan tentara Asad itu, menjawab pertanyaan kenapa
pasukan Asad yang berjumlah 1500 personel di Jabal Akhrod tidak berani
melakukan serangan kepada Mujahidin Suriah yang hanya berjumlah 150
personel, padahal baik secara kekuatan (jumlah) maupun persenjataan,
Mujahidin jauh kalah dibanding tentara Asad.
Mantan tentara Asad itu menjelaskan
sembari terkejut dan heran lalu balik bertanya. “Siapa bilang jumlah
kalian sedikit? Kami setiap malam melihat kalian dengan pakaian
putih-putih bergerak dari satu lembah ke lembah lain sehingga kami
berpikir jumlah kalian begitu banyak dan menjadi pertimbangan kami untuk
tidak lebih dulu menyerang,” ungkapnya seperti diceritakan kembali oleh
Abu Yahya dalam presentasi Laporan Tim ke-3 HASI kepada Forum Indonesia
Peduli Suriah (FIPS) di Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII),
Jakarta, Selasa (11/12/2012).
Seperti diketahui, wilayah Jabal Akrod
mempunyai sebuah tapal batas dengan tentara Asad yang jumlahnya ribuan.
Tapal batas tersebut hanya dijaga oleh ratusan mujahidin. Begitu
pentingnya tapal batas tersebut mempengaruhi situasi di Jabal Akrod,
jika pasukan Asad mampu membobolnya.
“Namun, hingga kita pulang mereka tidak
mampu membobol tapal batas, Allah menurunkan pertolongannya. Sebab, di
sana dijaga oleh para Mujahidin yang sangat ikhlas mencari ridho Allah,
sangat menjaga ke-Islamannya, sedikit bicara, menundukkan pandangan, dan
menjauhi sikap ashobiyah (fanatisme kelompok),” papar Ustadz Oemar
Mitha, penerjemah yang terlibat dalam bantuan kemanusiaan HASI.
Peristiwa-peritistiwa
luar biasa seperti di atas pun tidak hanya terjadi satu kali. Pada
kejadian yang lain, Mujahidin hendak melakukan perang dengan konvoi 50
truk yang berisi tentara Bashar Asad.
Hingga pada satu titik terjadilah baku
tembak antara Mujahidin dengan tentara Asad. Mujahidin memang sudah
bertekad untuk menghabisi dan memukul mundur tentara Bashar Asad.
Di luar dugaan, tiba-tiba saja muncul
kejadian di luar perkiraan mereka. Helikopter dan pesawat tempur datang
seperti hendak memerangi Mujahidin. Mujahidin yakin, ini bantuan dari
pihak Bashar Asad untuk menghabisi mereka.
Ingat, hingga kini Mujahidin Suriah sama
sekali tidak memiliki alat tempur seperti pesawat. Mereka bertempur
hanya via jalur darat dengan persenjataan yang kalah canggih jika
dibandingkan milik rezim Asad.
Mengukur jumlah personel dan persenjataan
yang terbatas, komando Mujahidin menyerukan agar segera mengosongkan
tempat pertempuran dan masuk ke gunung-gunung untuk mengatur strategi.
Anehnya, ketika Mujahidin sudah menarik
diri, suara baku tembak masih saja terus terjadi. Berondongan dan
desingan peluru seperti enggan berhenti walau tidak ada satu Mujahidin
pun tersisa di lokasi pertempuran. Komandan Mujahidin sampai
bertanya-tanya dalam hati, siapakah sebenarnya yang sedang berperang
melawan tentara Bashar Asad?
Ia pun mengecek jumlah personel untuk
memastikan kemungkinan ada Mujahidin tertinggal dan melakukan perlawanan
terhadap tentara Asad. Namun hasil perhitungannya, seluruh Mujahidin
sudah berada di gunung.
Hingga datang matahari terbit dan mereka
yakin kondisi telah aman, barisan Mujahidin pun turun dari
gunung-gunung. Dan, betapa terkejutnya mereka melihat sebagian tentara
Asad telah tewas dengan luka menganga. Sebagian lainnya mengalami luka
berat layaknya baru menghadapi pertempuran hebat.
Tentu
kejadian ini menjadi seribu tanya bagi Abu Yahya, relawan HASI yang
menghabiskan waktu selama satu bulan, 4 November – 4 Desember 2012, di
Desa Salma, Jabal Akhrod, Suriah. Ia mendapatkan kisah ini langsung dari
Mujahidin.
“Lantas siapa yang berada di dalam
pesawat dan helikopter untuk melawan tentara Suriah?” tanya Abu Yahya
yang diliputi rasa heran audiens yang hadir.
Banyak peristiwa-peristiwa lain yang belum sempat diceritakan relawan HASI secara lengkap mengingat keterbatasan waktu.
Namun, kisah-kisah tersebut sudah cukup mengukuhkan keyakinan perihal munculnya ayaturrahman fii jihadil-Syam (keajaiban perang di Bumi Syam).
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabb-mu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut,” [QS. Al-Anfal: 10]
Allahu Akbar!
[Sumber]
ARTIKEL TERKAIT:
0 komentar:
Posting Komentar